Pontianak di Mataku dan Harapan Masa Depan
Nama : Novi Sapitri
NM : 12511010
Matkul : Bahasa Indonesia
Tahun ini, Kota Pontianak genap berusia 254 tahun. Bagi masyarakat Pontianak, peringatan ini tentu menjadi momen bersejarah untuk mengenang perjalanan panjang kota khatulistiwa yang kaya budaya dan sejarah. Namun bagi saya, seorang pelajar baru yang baru beberapa bulan merantau di Pontianak, hari ulang tahun ini memiliki makna yang berbeda. Ini bukan sekadar perayaan, tapi juga kesempatan untuk mengenal lebih dalam kota yang kini menjadi tempat saya menimba ilmu dan membangun masa depan.
Pontianak di mata menurut saya adalah kota yang hangat dan penuh warna. Ketika pertama kali tiba di sini, saya sempat merasa asing. Segalanya terasa baru dialek bahasa, suasana lingkungan, hingga cuaca yang cukup panas di siang hari. Namun, perlahan-lahan saya mulai terbiasa dan justru menemukan keindahan di balik keunikan kota ini. Masyarakat Pontianak terkenal ramah dan terbuka terhadap pendatang. Banyak teman kuliah dan teman ma'had yang dengan senang hati membantu saya beradaptasi. Dari mereka, saya belajar bahwa kasih sayang dan kepedulian adalah bagian dari karakter warga Pontianak.
Pontianak juga memiliki keunikan geografis yang jarang dimiliki kota lain di dunia. Letaknya tepat di garis khatulistiwa membuatnya dikenal sebagai “Kota Khatulistiwa”. Fenomena kulminasi matahari yang terjadi dua kali setahun menjadi daya tarik tersendiri. Saya merasa takjub mengetahui bahwa di kota ini, matahari bisa tepat berada di atas kepala tanpa menimbulkan bayangan. Hal sederhana seperti ini membuat saya semakin bangga bisa tinggal di Pontianak, meski baru sebentar.
Selain keunikannya, yang paling menarik perhatian saya adalah keberagaman budaya dan toleransi masyarakatnya. Di Pontianak, ada berbagai suku dan agama yang hidup berdampingan dengan damai Melayu, Tionghoa, Dayak, Bugis, dan lainnya. Saat perayaan besar seperti Imlek, Idul Fitri, Natal, atau Gawai Dayak, semua warga saling menghormati dan bahkan ikut merayakan bersama. Bagi saya, inilah contoh nyata dari semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang hidup dalam keseharian masyarakat. Selama tinggal di sini, saya juga mulai mengenal kekayaan kuliner khas Pontianak. Ada choi pan, kwe tiaw sapi, soto pontianak, hingga pisang goreng pontianak yang rasanya bikin rindu. Dari kuliner, saya melihat bahwa Pontianak adalah kota yang terbuka terhadap perbedaan dan menjadikannya kekuatan dalam menciptakan keharmonisan rasa dan budaya. Namun, saya juga menyadari bahwa Pontianak memiliki tantangan yang perlu diperhatikan, terutama dalam hal kebersihan dan pengaturan lingkungan. Di beberapa tempat, sampah masih terlihat berserakan, dan banjir terkadang menjadi masalah saat musim hujan. Dalam momen ulang tahun ke-254 ini, saya berharap masyarakat dan pemerintah terus berkolaborasi menjaga kebersihan kota. Lingkungan yang bersih dan hijau akan menjadi warisan berharga bagi generasi mendatang. Sebagai pelajar perantau, saya memiliki harapan besar terhadap masa depan Pontianak. Saya ingin melihat kota ini terus berkembang menjadi kota modern yang nyaman, ramah lingkungan, dan berdaya saing. Pembangunan tidak hanya dilihat dari gedung-gedung tinggi, tetapi juga dari kualitas pendidikan, kesadaran sosial, dan semangat generasi mudanya. Saya yakin, dengan kerja sama dan cinta warga terhadap kotanya, Pontianak akan terus tumbuh menjadi kota yang kecewa.
Pontianak di mataku adalah kota yang ramah, beragam, dan penuh potensi. Meskipun saya baru beberapa bulan di sini, kota ini sudah memberi banyak pelajaran tentang kehidupan, toleransi, dan kebersamaan. Di ulang tahun ke-254 ini, saya ingin mengucapkan selamat kepada Kota Pontianak semoga selalu maju, damai, dan menjadi rumah yang nyaman bagi siapa pun, termasuk kami para perantau yang menuntut datang ilmu dan menata masa depan di bawah matahari khatulistiwa ini.

Comments
Post a Comment